Sanderson :Siap Gugat PMH PT. PLN (Persero) di Pengadilan
LAHAT, suarasumsel.net —- Masyarakat untuk dapat menikmati penyambungan jaringan listrik dengan sebelumnya dilakukan perjanjian jual beli antara pihak pembeli (pengguna listrik/ pelanggan/ konsumen) dan pihak dari PT. PLN sebagai pihak Penyedia Tenaga Listrik untuk kepentingan umum yang tertuang dalam suatu Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (SPJBTL).
Dalam SPBJTL harus ditandatangani kedua belah pihak diatas materai cukup, berisi tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak menimbulkan suatu perikatan diantara keduanya dimana berdasarkan pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak lain, dan pihak yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan itu.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Lembaga Penggiat Penegakan Keselamatan Ketenagalistrikan Konsumen Indonesia (LPPK3I) mengungkapkan hak dan kewajiban PT. PLN sebagai Pengusaha atau Pelaku Usaha dalam hal ini termasuk penyedia layanan umum (public service) wajib menyediakan tenaga listrik secara terus menerus bagi pelanggannya.
“Konsumen listrik sesuai Pasal 27 dan Pasal 28 ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrik jo. Undangan-Undang Nomor 6 Tahun 2023,” kata Sanderson Syafe’i, ST. SH, pada Sabtu (9/3/2024).
Ia menjelaskan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen memuat aturan-aturan tentang konsumen dalam menuntut haknya. Perlindungan konsumen di PT. PLN terhadap dalam Undang-Undang Ketenagalistrikan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, serta terdapat pula dalam Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (SPJBTL).
“Dan, pada UU Ketenagalistrikan Pasal 28 huruf b berbunyi “Pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik wajib memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada konsumen dan masyarakat,” tambahnya.
Kemudian di Pasal 29 Ayat (1) huruf a sampai c, konsumen berhak untuk mendapat pelayanan yang baik, mendapat tenaga listrik secara terus menerus dengan mutu dan keandalan yang baik, memperoleh tenaga listrik yang menjadi haknya dengan harga wajar.
Tingkat Mutu Pelayanan (TMP) berdasarkan Permen ESDM Nomor 27 Tahun 2017 Tentang Tingkat Mutu Pelayanan Dan Biaya Yang Terkait Dengan Penyaluran Tenaga Listrik Oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)
jo. Permen ESDM Nomor 18 Tahun 2019, pemadaman listrik hanya 1 (satu) jam perbulannya dan tegangan 220 Volt dengan frekuensi 50 Hz.
“Sedangkan, di Pasal 29 Ayat (1) huruf a sampai c, konsumen berhak untuk mendapat pelayanan yang baik, mendapat tenaga listrik secara terus menerus dengan mutu dan keandalan yang baik, memperoleh tenaga listrik yang menjadi haknya dengan harga wajar,” urainya lugas.
Jelas bahwa masyarakat tidak bisa harus terus maklum dengan pelayanan yang diberikan PT. PLN. Akibat dari pemadaman aliran listrik dan ketidak andalan dimana tegangan melebihi batas toleransi yang diizinkan telah menimbulkan kerugian bagi konsumen, baik itu konsumen langsung dan konsumen tidak langsung. Selaku pelaku usaha, PT. PLN mempunyai kewajiban untuk bertanggung jawab terhadap kerugian yang terjadi di masyarakat yaitu konsumen listrik.
Pada Pasal 29 Ayat (1) huruf d dan e disebutkan bahwa konsumen berhak mendapat pelayanan untuk perbaikan apabila ada gangguan tenaga listrik dan mendapat ganti rugi apabila pemadaman diakibatkan kelalaian penyedia listrik.
Sudah sewajarnya konsumen untuk menuntut hak-hak kerugian terhadap fenomena pemadaman yang dinilai LPPK3I sudah di luar kewajaran jika menuntut kompensasi kata Sanderson, sebetulnya ini terlalu sedikit, Perusahaan Listrik Negara (PLN), nama perusahaan milik negara yang memonopoli pasokan listrik tidak ada saingan, sehingga logikanya PLN harus bertanggungjawab penuh atas gangguan pemadaman dan peralatan elektronik yang rusak.
Terhadap Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) PT. PLN (Persero) dilakukannya tidak sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) dan pihak-pihak lain termasuk Badan Usaha Penunjang Tenaga Listrik yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang merugikan konsumen dapat diadukan ke DPP LPPK3I yang menerima Pengaduan Konsumen Ketenagalistrikan melalui WA 082179795859.
Dalam hal ini PT. PLN (Persero) sebagai debitur cidera janji (wanprestasi) dalam pemenuhan kewajibannya kepada kreditur (konsumen pengguna listrik) yang timbul karena kesengajaan/kelalaian debitur.
“Oleh karenanya, pihak yang terhadapnya perikatan tidak terpenuhi, dapat memilih; memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan, jika hal itu masih dapat dilakukan, atau menuntut pembatalan persetujuan, dengan penggantian biaya, kerugian, bunga sesuai Pasal 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,” tegasnya.
Terakhir, dikatakan Sanderson, sebelumnya LPPK3I telah melayangkan gugatan PMH dengan Nomor : 2/Pdt G/2024 PN Lht, melawan Para Tergugat PT. PLN (Persero), PT. Fazza Buana Indah selaku developer perumahan subsidi dan Para Turut Tergugat Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) RI dan Gubernur Sumatera Selatan. (Din)