Warga Resah, Perekam Vidio Viral Adalah Warga Lampung Yang Sedang Mencari Nafkah di Desa Kuala 12
Camat Tulung Selapan , Jemi mengatakan warga Desa Kuala 12 dibuat resah oleh video yang viral di media sosial beberapa hari terakhir. Warga merasa terusik ketenangannya.
Adapun perekam video tersebut bukan penduduk setempat. Dia adalah pendatang yang sedang cari nafkah di desa.
“Teknisi alat berat asalnya dari Lampung, bekerja lahan tambak milik warga. Dia belum tahu kebiasaan-kebiasaan warga. Anak-anak disini sudah terbiasa dengan air. Bahkan mereka mampu menyeberangi sungai selebar 120 meter ini dengan berenang” tutur Jemi.
Dia berharap warga bisa menahan diri. Untuk itu Sabtu (24/9) malam dia bersama Kapolsek, Danramil Tulung Selapan menginap di Desa Kuala Dua Belas untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Dia juga menghimbau orang tua siswa tak lagi membiarkan anak-anak menyebrang sungai dengan styrofoam.
Jemi berharap setelah kehebohan ini warga bisa kembali beraktivitas seperti biasa. Menjalani hidup mereka yang mesra dengan alam.
Seperti diketahui desa Kuala Dua Belas Kecamatan Tulung Selapan Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) mendadak viral lantaran video berdurasi 2 menit tersebar di dunia maya.
Video yang direkam orang dewasa tersebut memviralkan tiga anak laki-laki berseragam sekolah dasar (SD) sedang menyeberangi sungai dengan Styrofoam. Video itu diposting ulang jutaan kali oleh warga net bahkan mendapat komentar oleh politikus nasional dan mantan pejabat negara.
Dibalik video viral tersebut, siapa sangka Desa Kuala Dua Belas dihuni oleh warga yang berpenghasilan puluhan juta bahkan ada yang memiliki rumah mewah di Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta.
Jemi Camat Tulung Selapan, Ogan Komering Ilir. tahu betul kehidupan warga sekitar. Wajar saja dia sudah bertugas diwilayah pesisir timur OKI Sumatera ini sejak 18 tahun lalu.
“Saya diangkat tahun 1993 langsung ditempatkan di Pantai Timur ini, sehingga tahu betul kehidupan masyarakatnya” ujarnya dihubungi Sabtu, (25/9)
Desa Kuala Dua Belas memiliki luas 11.000 Ha dan dihuni oleh 450 an Kepala Keluarga. Jumlah penduduknya mencapai 1.076 orang. Penduduk desa tersebar di beberapa dusun sepanjang muara laut Selat Bangka itu. Penduduk terdiri dari beragam suku. Bugis, Jawa dan di dominasi penduduk lokal.
“Mereka rukun berdampingan, tidak pernah ada perselihanan meski beragam suku” terang Jemi.
Mata pencarian utama penduduk disini 40 persen berprofesi sebagai nelayan, 50 persen petambak udang windu dan sekitar 10 persen pembudidaya burung walet.
“Secara ekonomi mereka berkecukupan, meski hidup sederhana di desa” tukas Jemi.
Diceritakan Jemi kehidupan warga di desa ini sangat berdampingan dengan alam. Mereka melaut di Selat Bangka untuk mencari ikan duri atau disebut warga sekitar baung laut. Ikan tersebut disalai atau diasap sebelum dijual kepada pengepul yang datang ke desa.
“Harganya sekitar Rp 45.000 per kg itu sudah di salai (ikan asap)” terang dia.
Sementara hasil tambah udang Windu mereka bawa ke Rawa Jitu di Lampung, ke Palembang, bahkan ke Muara Angke Jakarta.
“Udang Windu itu kalau di Palembang kelas reguler harganya sekitar Rp 62.000 per kg, kalau Black Tiger bisa mencapai Rp 70.000 per kg” ujar Jemi.
Untuk penghasilan dari budi daya walet, Warga menjual sarang burung tersebut di Palembang. Harganya puluhan juta rupiah per kilogram.
“Sarang burung walet itu tau sendiri ya, harganya sekitar 8 sampai 10 juta perkilo. Jualnya di Jalan Veteran Palembang” terangnya.
Meski berpenghasilan puluhan juta, tambah Jemi masyarakat Kuala 12 hidup dengan sederhana.
“Memang harga sembako mahal disini, karena belinya jauh di daratan” pungkasnya.
Untuk berbelanja terang jemi masyarakat setempat pergi ke Kalangan (pasar selang) di Sungai Lumpur, dan Tulung Selapan.
“Kalau belanjanya banyak mereka ke Muara Angke” ujarnya.
Meski berada dipesisir dan jauh dari keramaian, warga Kuala 12 tidak ingin anak-anak mereka terbelakang dan tak mengenyam Pendidikan. Oleh karena itu mereka mengirim anak-anaknya untuk bersekolah dan kuliah di kota-kota besar seperti Palembang dan Jakarta.
Untuk menyekolahkan anak ini mereka membeli atau menyewa rumah di kota-kota tersebut.
“Kalau di Palembang sekitaran kampus di daerah Plaju, kalau di Jakarta sekitar Pantai Indah Kapuk, ada juga di kota-kota lain seperti Bandung dan Yogyakarta” ujar Jemi. (Dis)