Dukung Revisi UU Pemilu, Golkar Tolak Pilkada dan Pemilu Serentak 2024
Wakil Ketua DPR yang juga Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Azis Syamsuddin menegaskan bahwa UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu dan UU No. 10 tahun 2016 tentang Pilkada perlu segera direvisi. Dia yakin revisi UU Pemilu dan Pilkada tersebut bisa meningkatkan kualitas demokrasi.
“Pembahasan RUU Pemilu relevan dan penting untuk dilakukan dalam rangka memperkuat kualitas demokrasi bagi kemajuan bangsa dan negara yang kita cintai yaitu Indonesia,” kata Azis kepada wartawan.
Menurutnya, perlu ada peraturan baru agar pilkada tidak diselenggarakan bersama dengan pilpres dan pileg pada 2024 mendatang seperti diatur dalam UU Pemilu dan Pilkada yang masih berlaku saat ini.
Pertama, jika pemilu nasional dan pilkada seluruh daerah di Indonesia digelar serentak pada 2024, akan terjadi suatu kompleksitas. Surat suara tidak sah dan surat suara terbuang berpotensi lebih banyak.Azis mengatakan ada sejumlah alasan mengapa UU Pemilu dan Pilkada perlu direvisi. Terutama berkenaan dengan keserentakkan pemilu nasional (pilpres pileg DPR, DPRD, DPD) dan pilkada.
Selain itu, pembahasan RUU Pemilu relevan dilakukan karena putusan MK Nomor 55/PUU-XVII/2019 tentang rekonstruksi keserentakan pemilu; desain kelembagaan penyelenggara pemilu yang belum berimbang dalam membangun posisi dan relasi antara KPU, Bawaslu, dan DKPP; serta kebutuhan penyelarasan pengaturan dengan berbagai putusan MK terkait UU Pemilu seperti hak pilih dan mantan terpidana.
“Revisi UU Pemilu dibutuhkan untuk mencari solusi atas sejumlah kekhawatiran bila pilkada dan pemilu diselenggarakan serentak, seperti kesiapan anggaran, kesiapan penyelenggara, kesiapan pemilih, serta keadilan dan kepastian hukum. Di mana semuanya terkait dengan kualitas pemilu dan legitimasi” kata Azis.Menurutnya, pembahasan RUU Pemilu juga relevan dilakukan saat ini karena permasalahan keadilan pemilu yang terlalu banyak ruang saluran sehingga sulit mencapai keadilan dan kepastian hukum.
Mayoritas fraksi di Senayan saat ini ingin agar pembahasan RUU Pemilu tak dilanjutkan. Situasi ini terjadi setelah NasDem dan PKB ‘balik badan’.
Setelah sempat menyatakan mendorong agar pembahasan RUU Pemilu dilakukan, PKB dan NasDem kini bergabung bersama PDIP, PAN, serta PPP menyatakan menolak atau tak mau melanjutkan pembahasan RUU Pemilu.
Diketahui, Revisi UU Pemilu sudah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2021. RUU Pemilu menggabungkan UU No. No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu dan UU No. 10 tahun 2016 tentang Pilkada.
Hal ini tidak seperti ketentuan di regulasi sebelumnya, di mana pilkada serentak di seluruh provinsi, kabupaten dan kota digelar pada 2024 bersamaan dengan pemilihan anggota DPR, DPRD, DPD dan presiden.Draf RUU Pemilu saat ini masih dalam tahap penjajakan alias belum final. Draf terakhir yang disusun Komisi II DPR diketahui mengatur tentang rencana pilkada serentak selanjutnya, yakni pada 2022 dan 2023.
Merujuk Pasal 731 Ayat (2) dalam draf revisi UU Pemilu yang diterima CNNIndonesia.com, Pilkada 2022 akan diikuti oleh 101 daerah yang menggelar Pilkada pada 2017. Provinsi DKI Jakarta termasuk di antaranya.(cnn indonesia)