Pengurus Daerah Diminta Kawal Ketat Pendataan, Nama JMSI Sering Dicatut
BANJARMASIN, suarasumsel.net — Pengurus Pusat Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) meminta agar Pengurus Daerah JMSI di seluruh Indonesia kembali memberikan perhatian khusus pada data anggota di wilayah tugas masing-masing. Hal ini perlu dilakukan, karena baru-baru ini ada ratusan media online yang mengaku sebagai anggota JMSI saat mengirimkan data ke Dewan Pers. Namun setelah diperiksa, banyak yang sekadar mencatut nama JMSI.
“Kita harus hati-hati, karena nama organisasi kita bisa dicatut dan dipakai oleh pihak lain untuk berbagai keperluan, termasuk dalam proses pendataan media di Dewan Pers,” ujar Ketua Umum JMSI Teguh Santosa ketika berbicara di hadapan Pengurus Daerah JMSI Kalimantan Selatan di Banjarmasin, Selasa malam (4/4).
Kehadiran Teguh di Banjarmasin untuk menyaksikan kegiatan JMSI Peduli yang diselenggarakan JMSI Kalsel bekerja sama dengan Bank Artha Graha. Usai penyerahan bantuan dan buka puasa bersama, Teguh memberikan penjelasan mengenai berbagai program yang sedang dilakukan JMSI. Selain itu ia juga menampung keluhan yang disampaikan anggota JMSI dalam proses pendataan media siber di Dewan Pers.
Teguh mengatakan, JMSI telah menyempurnakan sistem pendataan anggota yang membagi anggota JMSI ke dalam empat klaster. Bintang satu untuk anggota yang telah memiliki badan hukum pers, dan bintang dua untuk untuk anggota yang telah melakukan pendataan ke Dewan Pers. Lalu bintang tiga dan bintang empat untuk anggota yang telah terverifikasi secara administrasi dan faktual oleh Dewan Pers.
“Dewan Pers mengapresiasi road map pembinaan yang kita miliki ini. Sejauh ini JMSI satu-satunya konstituen Dewan Pers yang memiliki road map pembinaan yang jelas,” ujar Teguh Santosa.
Namun dia mengingatkan, road map ini menjadi tidak banyak berguna apabila Pengurus Daerah dan Pengurus Cabang JMSI tidak memberikan perhatian dan mengawal pendataan anggota.
Dalam pertemuan tersebut, salah satu pertanyaan yang diajukan kepada Teguh adalah apakah benar perusahaan media tidak perlu lagi mendaftarkan diri dan diverifikasi oleh Dewan Pers. Disebutkan, hal ini menjadi isu yang berkembang luas di daerah, dan membuat tidak sedikit pengelola media merasa tidak perlu lagi mengurus kelengkapan media mereka.
Menjawab pertanyaan ini, Teguh mengatakan, merujuk pada UU 40/1999 tentang Pers, perusahaan media memang tidak diharuskan mendaftarkan diri ke Dewan Pers, karena fungsi Dewan Pers pasca Reformasi tidak lagi sama dengan fungsi Dewan Pers di era Orde Baru yang menjadi alat kekuasaan.
Dia menggarisbawahi, di dalam UU 40/1999 khususnya Pasal 15 disebutkan bahwa salah satu tugas Dewan Pers adalah melakukan pendataan perusahaan media.
“Ini sebetulnya barang lama yang sudah selesai dibahas tahun 1999 lalu. Belakangan muncul lagi karena ada pihak-pihak yang ingin menciptakan kekisruhan dengan mengutip isi Pasal 15 UU 40/1999 dan mengaburkan konteksnya,” ujar Teguh menerangkan.
Adapun mengenai verifikasi administrasi dan verifikasi faktual, Teguh mengatakan, hal itu adalah konsekuensi dari pendataan yang dilakukan Dewan Pers untuk mengetahui jenis, kualitas, domisili dan hal-hal lain terkait perusahaan pers yang didata.
“Memang yang didata harus diverifikasi. Tidak bisa hanya dicatat dalam pendataan, tanpa diperiksa administrasi dan kondisi faktualnya. Pendataan itu harus jelas,” terang Teguh lain sambil menambahkan organisasi seperti JMSI sesungguhnya hadir untuk membantu Dewan Pers mendata perusahaan media yang beroperasi di seluruh wilayah Indonesia.
Keluhan Media Lokal
Dalam kesempatan itu, Teguh juga menampung berbagai keluhan yang disampaikan pengelola media siber di Kalimantan Selatan dalam proses pendataan. Hal yang paling dikeluhkan antara lain adalah soal jumlah karyawan yang harus ditanggung oleh BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, nilai gaji karyawan, juga soal tidak boleh rangkap jabatan antara pengurus perusahaan dengan penanggung jawab redaksi.
Pengelola media yang hadir dalam pertemuan menitipkan pesan agar Dewan Pers memberikan keringanan karena kondisi yang mereka hadapi di daerah berbeda dengan kondisi yang dimiliki perusahaan media yang established atau sudah mapan di Jakarta.
Teguh mengatakan, dirinya akan menyampaikan hal itu kepada Dewan Pers. Dia menilai permintaan itu sebagai hal yang wajar dan sangat perlu untuk diperhatikan. Jangan sampai ada kesan Dewan Pers seperti hendak mempersulit hidup dan ruang gerak media lokal.
Di sisi lain, Teguh mengatakan, JMSI juga berusaha mengajak pengelola media di daerah untuk meningkatkan kapasitas kewirausahaan dalam membangun perusahaan pers masing-masing. Bidang Pengembangan Potensi Daerah yang ada di JMSI baik di pusat maupun daerah dan cabang bertujuan untuk membangun ekosistem usaha yang dapat menopang kehidupan perusahaan pers.
“Potensi yang ada di daerah harus digali. Itulah sebabnya saya sering mengatakan, JMSI dapat berperan sebagai lokomotif penggerak pertumbuhan dan pembangunan di daerah. Kalau ini dilakukan dengan sungguh-sungguh, maka ruang redaksi akan hidup, independen, dan tidak tergantung pada pihak lain,” demikian Teguh Santosa. [Rilis)