Hakim PN Lahat Cuti Massal Sebagai Bentuk Sikap Solidaritas


 

LAHAT, suarasumsel.net —-Para hakim berencana melakukan gerakan cuti massal menuntut hak kesejahteraan pada 7-11 Oktober 2024. Bagaimana sikap hakim di Pengadilan Negeri Lahat?

“Pada prinsipnya hakim-hakim PN Lahat mendukung aksi rekan-rekan hakim yang tergabung dalam Solidaritas Hakim Indonesia dan sebagai bentuk dukungan, kami telah mengosongkan sidang pada tanggal 7-11 Oktober, terkecuali terhadap perkara-perkara yang sifatnya mendesak dan telah teragendakan sebelumnya” kata Juru Bicara PN Lahat, M. Chozin Abu Sait, kepada wartawan Selasa (8/10/2024).

Chozin mengatakan beberapa sidang tetap dilaksanakan terhadap perkara yang sudah teragenda sebelumnya dan perkara yang sifatnya mendesak. Dia mengatakan namun demikian hakim PN Lahat tetap mendukung perjuangan hakim dalam gerakan cuti massal tersebut.

“Karena di sisi lain ada beberapa sidang yang teragenda sebelum mencuatnya aksi tersebut dan beberapa perkara yang mendesak terkait masa tahanan akan segera berakhir dan perkara yang dibatasi waktunya, Sedangkan pelayanan administrasi pada PTSP (pelayanan terpadu satu pintu) tetap jalan seperti biasanya ” katanya.

“Tapi sekali lagi hakim-hakim PN Lahat mendukung perjuangan rekan-rekan hakim,” tambahnya.

Diketahui, ribuan hakim di Indonesia menyerukan cuti massal dan audiensi terhadap lembaga-lembaga terkati. Hal ini dipicu oleh gaji dan tunjangan yang menurut mereka tidak sesuai. Mereka mengancam akan cuti mulai 7 hingga 11 Oktober 2024. Gerakan ini bertema ‘Gerakan Cuti Bersama Hakim Se-Indonesia’.Aksi rencananya terpusat di Jakarta nanti. Lembaga atau tokoh terkait juga akan diajak diskusi oleh para hakim nantinya.

Keresahan ini katanya sudah terbendung sejak lama. Ada 11 data yang dipaparkannya yakni; gaji dan tunjangan yang tidak memadai, inflasi yang terus meningkat, tunjangan kinerja hilang sejak 2012, tunjangan kemahalan yang tidak merata, beban kerja dan jumlah hakim yang tidak proporsional, kesehatan mental, harapan hidup hakim menurun, rumah dinas, dan fasilitas transportasi yang tidak memadai.

“Gerakan Cuti Bersama Hakim Se-Indonesia ini akan dilaksanakan secara serentak oleh ribuan hakim mulai tanggal 7 hingga 11 Oktober 2024. Sebagian dari kami juga akan berangkat ke Jakarta untuk melakukan aksi simbolik sebagai bentuk protes terhadap kondisi kesejahteraan dan independensi hakim yang telah terabaikan selama bertahun-tahun,” ujar Juru Bicara Solidaritas Hakim Indonesia Fauzan Arrasyid dalam keterangan pada Jumat.

“Akibat tunjangan yang tidak mengalami penyesuaian selama 12 tahun, kini banyak hakim yang tidak mampu membawa keluarganya ke daerah penempatan kerja. Jika harus membawa seluruh anggota keluarga, hakim memerlukan biaya yang cukup besar, yang tidak dapat ditanggung dengan penghasilan mereka saat ini,” tambahnya.

Adapun tuntutan gerakan hakim se-Indonesia adalah :
Menuntut Presiden Republik Indonesia segera merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim di Bawah Mahkamah Agung, untuk menyesuaikan gaji dan tunjangan hakim sesuai dengan standar hidup layak dan besarnya tanggung jawab profesi hakim.
Mendesak Pemerintah untuk Menyusun Peraturan Perlindungan Jaminan Keamanan bagi Hakim, mengingat banyaknya insiden kekerasan yang menimpa hakim di berbagai wilayah pengadilan. Jaminan keamanan ini penting untuk memastikan bahwa hakim dapat menjalankan tugasnya tanpa tekanan atau ancaman.
Mendukung Mahkamah Agung RI dan PP IKAHI (Ikatan Hakim Indonesia) untuk berperan aktif dalam mendorong revisi PP 94/2012, dan memastikan bahwa suara seluruh hakim di Indonesia didengar dan diperjuangkan.
Mengajak seluruh hakim di Indonesia untuk memperjuangkan perbaikan kesejahteraan hakim secara bersama melalui aksi cuti bersama pada tanggal 7-11 Oktober 2024, sebagai bentuk protes damai dan menunjukkan kepada pemerintah bahwa kesejahteraan hakim adalah isu yang sangat mendesak.
Mendorong PP IKAHI untuk memperjuangkan RUU Jabatan Hakim agar kembali dibahas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan segera disahkan, sehingga pengaturan kesejahteraan hakim dapat diatur dalam kerangka hukum yang lebih komprehensif dan berkelanjutan. (Tim)

Berita Terkait

Top