Human Error, Pengamat & Akademisi Berharap Kasus Mardhani H Maming Dapat Atensi Pemerintahan Yang Baru


PALEMBANG, suarasumsel.net — Terkait putusan Pengadilan Tinggi (PT) Banjarmasin, Kalimantan Selatan terhadap kasus Mardani H Maming, sejumlah akademisi dan pengamat menilai vonis yang dijatuhkan terjadi karena Human Error sehingga berharap Pemerintahan yang baru dapat memberikan atensi demi integritas penegakkan hukum di Indonesia.

Ketua Badan Pengurus Cabang (BPC) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Ogan Ilir (OI), M Daffa Firjatullah mengatakan, putusan pengadilan atas Mardani H Maming jelas memperlihatkan kekhilafan atau kekeliruan nyata karena unsur menerima hadiah dari pasal yang didakwakan tidak terpenuhi.

“Perbuatan hukum Madhani H Maming adalah perbuatan perdata dalam proses bisnis seperti fee, dividen, dan utang piutang yang tidak bisa ditarik ke ranah pidana, tidak ada Mensrea pada perbuatan Mardani H Maming, semua dilakukan karena proses bisnis oleh karena itu Mardani H Maming harus dinyatakan bebas,” katanya.

Sebagaimana dikutip dari Jawa Pos.com, Guru Besar Hukum Administrasi Negara Universitas Diponegoro, Prof. Dr. Yos Johan Utama, SH, M.Hum menyampaikan adanya kekhilafan putusan hakim, keputusan Mardani H. Maming selaku Bupati terkait pemindahan IUP dari aspek hukum administrasi adalah sah dan tidak pernah dinyatakan batal oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), yang merupakan pengadilan berwenang dalam ranah hukum administrasi.

Hal Senada juga disampaikan Prof. Dr, Topo Santoso, SH, MH menurutnya putusan terhadap pengusaha Mardani H Maming terdapat kekhilafan dari hakim sehingga dirinya meminta agar terdakwa segera dibebaskan karena ada beberapa hal yang menunjukkan kekeliruan hakim yang mengadili Mardani H Maming.

“Putusan pengadilan atas Mardani H Maming dengan jelas memperlihatkan kekhilafan atau kekeliruan nyata, Unsur menerima hadiah dari pasal yang didakwakan tidak terpenuhi karena perbuatan hukum dalam proses bisnis seperti fee, dividen, dan utang piutang merupakan hubungan keperdataan yang tidak bisa ditarik dalam ranah pidana,” katanya.

Prof. Dr, Topo Santoso, SH, MH menambahkan, apalagi ada putusan Pengadilan Niaga yang ditempuh dalam mekanisme sidang terbuka yang menyatakan tidak terdapat kesepakatan diam-diam, karena itu tidak ada hubungan sebab akibat antara keputusan terdakwa selaku Bupati dengan penerimaan fee atau dividen.

“Sehingga tidak terdapat niat jahat (mens rea) pada perbuatan terdakwa. Dengan demikian, Mardani H Maming harus dinyatakan bebas,” kata akademisi yang juga menjadi pengajar pendidikan calon Hakim Tipikor di Mahkamah Agung ini.

Masih menurut Prof DR Topo Santoso, kasus Mardani H Maming merupakan contoh nyata di mana tidak ada bukti konkret tetapi tekanan hukum terus diberikan, dalam hukum, Mardani tidak memenuhi unsur pidana sesuai Pasal 12 huruf b UU PTPK karena kurangnya bukti di persidangan.

“Untuk itu, korban kekeliruan seperti Mardani Maming seharusnya dibebaskan dan nama baiknya dipulihkan untuk menjaga martabat dan integritas hukum Indonesia,” ujarnya.

Berdasarkan analisa dari para akademis  tersebut, Ketua Umum BPC HIPMI OI, M Daffa Firjatullah menyimpulkan, perlunya atensi dari pemerintahan baru dibawah kepemimpinan Prabowo – Gibran untuk menjaga keadilan hukum dan tidak membiarkan hukum diintervensi.

“Kami berharap pemerintahan Prabowo-Gibran akan menjaga keadilan dan tidak membiarkan hukum diintervensi atau digunakan untuk menghukum orang yang tidak terbukti bersalah,” ujarnya. (Novlis Heriansyah)

Berita Terkait

Top